HASIL
KONGRES XVI
IPNU
Ponpes Al-Hikmah
Brebes, 19-24 Juni 2009
PERATURAN
RUMAH TANGGA
BAB I
HARI
LAHIR ORGANISASI
Pasal 1
Hari Lahir
Organisasi
Hari lahir organisasi
adalah 20 Jumadil Akhir menurut kalender Hijriyah, atau 24 Februari menurut
kalender Masehi.
BAB II
KEANGGOTAAN
Pasal 2
Jenis
Keanggotaan
Anggota IPNU terdiri dari:
1.
Anggota biasa, selanjutnya disebut anggota, yaitu setiap pelajar
Indonesia yang menyetujui Peraturan Dasar dan Peraturan Rumah Tangga IPNU.
2.
Anggota Istimewa adalah alumni pengurus IPNU yang terwadahi dalam
Majelis Alumni IPNU.
3.
Anggota kehormatan adalah orang yang berjasa kepada organisasi.
Pasal 3
Tata Cara Keanggotaan
1.
Anggota biasa pada dasarnya diterima melalui Pimpinan Ranting/Komisariat
di tempat tinggalnya.
2.
Dalam keadaan khusus, anggota yang tidak diterima melalui Pimpinan
Ranting/Pimpinan Komisariat, pengelolaan administrasinya diserahkan pada
Pimpinan Ranting/Komisariat terdekat, atau Pimpinan Anak Cabang, atau Pimpinan
Cabang di daerah yang bersangkutan.
Pasal 4
Persyaratan menjadi anggota adalah:
1.
Berusia antara 12 sampai dengan 29 tahun.
2.
Menyatakan kesediaanya secara tertulis kepada pimpinan IPNU setempat.
3.
Sudah mengikuti dan lulus jenjang pendidikan kader Masa Kesetiaan
Anggota (MAKESTA).
Pasal 5
Kewajiban
Anggota
Setiap anggota berkewajiban:
1.
Menjaga dan membela keluhuran agama Islam.
2.
Menjaga reputasi dan kemuliaan Nahdlatul Ulama.
3.
Menaati Peraturan Dasar dan Peraturan Rumah Tangga, serta peraturan-peraturan organisasi lainnya.
4.
Membayar iuran anggota.
Pasal 6
Hak Anggota
1.
Setiap anggota berhak:
a.
Mendapatkan Kartu Tanda Anggota
b.
Memperoleh perlakuan yang sama dari/untuk organisasi.
c.
Mengeluarkan usul, saran dan pendapat.
d.
Mengikuti kegiatan yang diselenggarakan organisasi.
e.
Memilih dan dipilih menjadi pengurus sesuai dengan ketentuan yang
berlaku.
2.
Setiap anggota istimewa berhak:
a.
Memberikan usul, saran dan pendapat.
b.
Memberikan bimbingan dan bantuan kepada anggota dan pengurus.
c.
Mengikuti kegiatan yang diselenggarakan organisasi.
3.
Setiap anggota kehormatan berhak:
a.
Memberikan usul, saran dan pendapat.
b.
Memberikan bantuan kepada organisasi.
c.
Mengikuti kegiatan yang diselenggarakan organisasi.
Pasal 7
Disiplin Organisasi
Anggota IPNU tidak diperkenankan menjadi anggota organisasi lain yang
mempunyai akidah, azas, tujuan, dan/atau usaha yang bertentangan dengan akidah,
azas, tujuan dan/atau usaha IPNU atau yang dapat merugikan IPNU.
Pasal 8
Gugurnya Keanggotaan
Seseorang dinyatakan gugur keanggotaannya karena:
1. Mundur atas permintaan sendiri
yang diajukan kepada pimpinan IPNU secara tertulis.
2. Diberhentikan
karena melanggar Peraturan Dasar dan Peraturan Rumah Tangga atau sebab-sebab
lainnya.
BAB III
PERANGKAT ORGANISASI
Pasal 9
Perangkat Organisasi
1. Perangkat organisasi IPNU
sebagaimana diatur dalam Pasal 11 Peraturan Dasar adalah departemen, lembaga
dan badan.
2. Departemen adalah perangkat
organisasi yang melaksanakan kebijakan IPNU pada bidang-bidang tertentu.
3. Lembaga adalah perangkat
organisasi yang melaksanakan kebijakan IPNU pada bidang-bidang yang membutuhkan
penanganan khusus.
4. Badan
adalah perangkat taktis organisas dalam menangani bidang-bidang tertentu.
5. Lembaga dan badan sebagai
perangkat organisasi IPNU bersifat semi otonom.
BAB IV
STRUKTUR ORGANISASI
Pasal 10
Pimpinan Pusat
1. Pimpinan Pusat
merupakan suatu kesatuan organik yang memiliki kedudukan sebagai pemegang
kepemimpinan tertinggi organisasi di tingkat nasional.
2. Pimpinan Pusat berkedudukan di ibukota negara
Republik Indonesia, yang merupakan
pimpinan tertinggi IPNU di tingkat nasional.
3. Pimpinan Pusat sebagai tingkat kepengurusan
tertinggi dalam IPNU merupakan penanggungjawab kebijakan dalam pengendalian
organisasi dan pelaksanaan keputusan-keputusan Kongres.
4. Pimpinan Pusat bertanggungjawab kepada
Kongres.
Pasal 11
Pimpinan
Wilayah
1. Pimpinan Wilayah
merupakan suatu kesatuan organik yang memiliki kedudukan sebagai pemegang kepemimpinan organisasi di tingkat
propinsi.
2. Pimpinan Wilayah berkedudukan di ibukota
propinsi, yang merupakan pimpinan
tertinggi IPNU di tingkat propinsi.
3. Pimpinan Wilayah berfungsi sebagai
koordinator Pimpinan Cabang di daerahnya, dan sebagai pelaksana Pimpinan Pusat
untuk daerah yang bersangkutan.
4. Dalam satu propinsi yang mempunyai sedikitnya
3 (tiga) Pimpinan Cabang dapat didirikan Pimpinan Wilayah, untuk selanjutnya
tidak diperbolehkan mendirikan
Pimpinan Wilayah yang lain dalam propinsi tersebut.
5. Pimpinan Wilayah bertanggungjawab kepada
Konferensi Wilayah.
Pasal 12
Pimpinan
Cabang
1. Pimpinan Cabang merupakan suatu kesatuan
organik yang memiliki kedudukan sebagai pemegang kepemimpinan organisasi di
tingkat kabupaten/kotamadya/kota administratif.
2. Pimpinan Cabang berkedudukan di ibukota
kabupaten/kota, yang merupakan pimpinan tertinggi IPNU di tingkat
kabupaten/kota.
3. Pimpinan Cabang memimpin dan mengkoordinir
Pimpinan Anak Cabang di daerah kewenangannya, serta melaksanakan kebijakan
Pimpinan Wilayah dan Pimpinan Pusat untuk daerahnya.
4. Dalam satu kabupaten/kota yang mempunyai
sedikitnya 3 (tiga) Pimpinan Anak Cabang atau 45 (empat puluh lima) anggota,
dapat didirikan Pimpinan Cabang dan selanjutnya tidak diperbolehkan mendirikan
Pimpinan Cabang yang lain.
5. Dalam keadaan khusus (bila terdapat
kepengurusan Cabang Nahdlatul Ulama) diperbolehkan mendirikan Pimpinan Cabang.
6. Pimpinan Cabang beranggungjawab kepada
Konferensi Cabang.
Pasal 13
Pimpinan Cabang Istimewa
1. Pimpinan Cabang Istimewa Ikatan Pelajar
Nahdlatul Ulama (disingkat PCI IPNU) merupakan suatu kesatuan organik yang
memiliki kedudukan sebagai pemegang kepemimpinan organisasi IPNU di sebuah negara di luar
negeri.
2. Pimpinan Cabang Istimewa berkedudukan di luar
negeri. Hal-hal yang berkaitan dengan syarat dan tata cara pembentukan Pimpinan
Cabang Istimewa serta pengaturannya lebih lanjut diatur dalam Peraturan Organisasi.
3. Pimpinan Cabang Istimewa bertanggung jawab
kepada Konferensi Cabang Istimewa.
Pasal 14
Pimpinan Anak
Cabang
1. Pimpinan Anak Cabang merupakan suatu kesatuan
organik yang memiliki kedudukan sebagai pemegang kepemimpinan organisasi di
tingkat kecamatan.
2. Pimpinan Anak Cabang berkedudukan di ibukota
kecamatan, yang merupakan pimpinan tertinggi IPNU di tingkat kecamatan.
3. Pimpinan Anak Cabang memimpin
dan mengkoordinir Pimpinan Ranting dan Pimpinan Komisariat di daerah
kewenangannya, serta melaksanakan kebijakan Pimpinan Cabang untuk daerahnya.
4. Dalam satu daerah kecamatan yang mempunyai
sedikitnya 3 (tiga) Pimpinan Ranting atau 15 (lima belas) anggota, dapat
didirikan Pimpinan Anak Cabang, untuk selanjutnya tidak diperbolehkan
mendirikan Pimpinan Anak Cabang yang lain.
5. Pimpinan Anak Cabang bertanggungjawab kepada
Konferensi Anak Cabang.
Pasal 15
Pimpinan
Komisariat
1. Pimpinan Komisariat merupakan suatu kesatuan
organik yang memiliki kedudukan sebagai pemegang kepemimpinan organisasi di
tingkat sekolah, pesantren, perguruan tinggi, atau lembaga pendidikan lainnya.
2. Pimpinan Komisariat
berkedudukan di lembaga pendidikan yang merupakan pimpinan tertinggi IPNU di
tingkat lembaga pendidikan.
3. Pimpinan Komisariat memimpin dan
mengkoordinir anggota di daerah
kewenangannya, serta melaksanakan kebijakan Pimpinan Anak Cabang dan
Pimpinan Cabang untuk daerahnya.
4. Dalam satu lembaga pendidikan
yang telah mempunyai sedikitnya 10 (sepuluh) anggota dapat didirikan Pimpinan
Komisariat, untuk selanjutnya tidak diperbolehkan mendirikan Pimpinan
Komisariat yang lain.
5. Pimpinan Komisariat bertanggungjawab kepada
Rapat Anggota.
Pasal 16
Pimpinan
Ranting
1. Pimpinan Ranting
merupakan suatu kesatuan organik yang memiliki kedudukan sebagai pemegang kepemimpinan organisasi di tingkat
desa atau kelurahan.
2. Pimpinan Ranting merupakan pimpinan tertinggi
IPNU di tingkat desa/kelurahan atau sejenisnya.
3. Pimpinan Ranting memimpin dan mengkoordinir
anggota di daerah kewenangannya, serta melaksanakan kebijakan Pimpinan Anak
Cabang dan Pimpinan Cabang untuk daerahnya.
4. Dalam satu desa/kelurahan atau sejenisnya
yang telah mempunyai sedikitnya 10 (sepuluh)
anggota dapat didirikan Pimpinan Ranting, untuk selanjutnya tidak diperbolehkan
mendirikan Pimpinan Ranting yang lain.
5. Pimpinan Ranting bertanggungjawab kepada
Rapat Anggota.
BAB V
PELINDUNG DAN DEWAN
PEMBINA
Pasal 17
Pelindung
1. Pelindung adalah Pengurus
Nahdlatul Ulama sesuai dengan tingkat kepengurusan yang bersangkutan.
2. Khusus untuk kepengurusan
komisariat, pelindung dapat merupakan pimpinan lembaga pendidikan.
3. Fungsi pelindung:
a. Memberikan
perlindungan dan pengayoman kepada organisasi sesuai dengan tingkatannya
masing-masing.
b. Memberikan dorongan, saran-saran dan bantuan moril maupun materil.
Pasal 18
Dewan Pembina
1. Dewan
Pembina IPNU di semua tingkat kepengurusan terdiri dari:
a. Alumni
pengurus IPNU sesuai dengan tingkatan masing-masing.
b. Orang-orang yang mempunyai
hubungan moril dan berjasa terhadap pembinaan generasi muda Nahdlatul Ulama.
2. Struktur Dewan Pembina terdiri dari seorang
koordinator dan beberapa anggota.
3. Dewan Pembina berfungsi:
a. Memberikan pembinaan secara berkesinambungan
dan memberikan nasehat baik diminta ataupun tidak diminta.
b. Memberikan dorongan moril
maupun materiil kepada organisasi.
BAB VI
KEPENGURUSAN
Pasal 19
Susunan Pengurus
1. Pimpinan Pusat
a. Pengurus Pimpinan Pusat terdiri dari Pengurus
Harian ditambah dengan Pengurus
Departemen dan atau Pengurus Badan dan Lembaga.
b. Pengurus Harian terdiri dari: ketua umum,
wakil ketua umum, beberapa ketua, sekretaris jenderal, beberapa wakil
sekretaris jenderal, bendahara umum, serta beberapa wakil bendahara.
2. Pimpinan Wilayah
a. Pengurus Pimpinan Wilayah terdiri dari
Pengurus Harian ditambah dengan Pengurus Departemen dan atau Pengurus Badan dan
Lembaga.
b. Pengurus Harian terdiri dari: ketua, beberapa
wakil ketua, sekretaris, beberapa wakil
sekretaris, bendahara, serta beberapa wakil bendahara.
3. Pimpinan Cabang
a. Pengurus Pimpinan Cabang terdiri dari
Pengurus Harian ditambah dengan Pengurus Departemen dan atau Pengurus Badan dan
Lembaga.
b. Pengurus Harian terdiri dari: ketua, beberapa
wakil ketua, sekretaris, beberapa wakil
sekretaris, bendahara, serta beberapa wakil bendahara.
4. Pimpinan Anak Cabang
a. Pengurus Pimpinan Anak Cabang terdiri dari
Pengurus Harian ditambah dengan Pengurus Departemen dan atau Pengurus Badan dan
Lembaga.
b. Pengurus Harian terdiri dari: ketua, beberapa
wakil ketua, sekretaris, beberapa wakil sekretaris, bendahara, serta beberapa
wakil bendahara.
5. Pimpinan Komisariat/Pimpinan
Ranting
a. Pengurus Pimpinan Komisariat/Ranting terdiri
dari Pengurus Harian ditambah dengan Pengurus Departemen dan atau Pengurus
Badan dan Lembaga
b. Pengurus Harian terdiri dari: ketua, beberapa
wakil ketua, sekretaris, beberapa wakil sekretaris, bendahara, serta beberapa
wakil bendahara.
Pasal 20
Kriteria
Pengurus
1. Kriteria pengurus Pimpinan Pusat adalah:
a. Umur setinggi-tingginya 29 tahun.
b. Pendidikan serendah-rendahnya
S.1 atau yang sederajat.
c. Pengalaman organisasi:
Ø
Sekurang-kurangnya 3 tahun aktif sebagai
anggota.
Ø
Pernah menjadi pengurus Pimpinan Cabang atau
Pimpinan Wilayah atau Pimpinan Pusat.
Ø
Sudah mengikuti Masa Kesetiaan Anggota
(MAKESTA), Latihan Kader Muda (LAKMUD), dan Latihan Kader Utama(LAKUT).
2. Kriteria pengurus Pimpinan Wilayah adalah:
a. Umur setinggi-tingginya 27
tahun.
b. Pendidikan serendah-rendahnya
SLTA atau yang sederajat.
c. Pengalaman organisasi:
Ø
Sekurang-kurangnya 3 tahun aktif sebagai
anggota.
Ø
Pernah menjadi pengurus Pimpinan Cabang atau
Pimpinan Wilayah.
Ø
Sudah mengikuti Masa Kesetiaan Anggota
(MAKESTA) dan Latihan Kader Muda (LAKMUD).
3. Kriteria
pengurus Pimpinan Cabang adalah:
a. Umur
setinggi-tingginya 25 tahun.
b. Pendidikan
serendah-rendahnya SLTA atau yang sederajat.
c. Pengalaman
organisasi:
Ø
Sekurang-kurangnya 2 tahun aktif sebagai
anggota.
Ø
Pernah menjadi pengurus Pimpinan Anak Cabang
atau Pimpinan Cabang.
Ø Sudah mengikuti Masa Kesetiaan Anggota (MAKESTA) dan Latihan Kader Muda
(LAKMUD).
4. Kriteria pengurus Pimpinan Anak
Cabang adalah:
a. Umur
setinggi-tingginya 23 tahun.
b. Pendidikan
serendah-rendahnya SLTP atau yang sederajat.
c. Pengalaman
organisasi:
Ø
Sekurang-kurangnya 2 tahun aktif sebagai
anggota.
Ø
Pernah menjadi pengurus Pimpinan Ranting atau
Pimpinan Komisariat atau Pimpinan Anak Cabang.
Ø
Sudah mengikuti Masa Kesetiaan Anggota
(MAKESTA).
5. Kriteria pengurus Pimpinan
Ranting/Komisariat adalah:
a. Umur setinggi-tingginya 23
tahun.
b. Pendidikan serendah-rendahnya
SLTP atau yang sederajat.
c. Pernah
mengikuti Masa Kesetiaan Anggota (MAKESTA).
Pasal 21
Pemilihan
dan Penetapan Pengurus
1. Pemilihan dan penetapan pengurus Pimpinan
Pusat ditentukan dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Ketua Umum dipilih oleh Kongres atau Kongres
Luar Biasa, dan tidak dapat dipilih kembali untuk masa khidmat berikutnya.
b. Ketua Umum dibantu oleh formatur yang dipilih
oleh Kongres menyusun kepengurusan Pimpinan Pusat.
c. Pimpinan Pusat dikukuhkan oleh Pengurus Besar
Nahdlatul Ulama.
d. Ketua Umum bertanggungjawab kepada Kongres.
2. Pemilihan dan penetapan pengurus Pimpinan
Wilayah ditentukan dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Ketua dipilih oleh Konferensi Wilayah atau
Konferensi Wilayah Luar Biasa, dan tidak
dapat dipilih kembali untuk masa khidmat berikutnya.
b. Ketua dibantu oleh formatur yang dipilih oleh
Konferensi Wilayah menyusun kepengurusan Pimpinan Wilayah.
c. Pimpinan Wilayah disahkan oleh Pimpinan Pusat
dengan rekomendasi Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama.
d. Ketua Pimpinan Wilayah bertanggungjawab kepada Konferensi Wilayah.
3. Pemilihan dan penetapan pengurus Pimpinan
Cabang ditentukan dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Ketua dipilih oleh Konferensi Cabang atau
Konferensi Cabang Luar Biasa, dan tidak dapat dipilih kembali untuk masa
khidmat berikutnya.
b. Ketua dibantu oleh formatur yang dipilih oleh
Konferensi Cabang menyusun kepengurusan Pimpinan Cabang.
c. Pimpinan Cabang disahkan oleh Pimpinan Pusat
dengan rekomendasi Pimpinan Wilayah dan Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama.
d. Ketua Pimpinan Cabang bertanggungjawab kepada Konferensi Cabang
4. Pemilihan dan penetapan pengurus Pimpinan
Anak Cabang ditentukan dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Ketua dipilih oleh Konferensi Anak Cabang
atau Konferensi Anak Cabang Luar Biasa, dan tidak dapat dipilih kembali untuk
masa khidmat berikutnya.
b. Ketua dibantu oleh formatur yang dipilih oleh
Konferensi Anak Cabang menyusun kepengurusan Pimpinan Anak Cabang.
c. Pimpinan Anak Cabang disahkan oleh Pimpinan
Cabang dengan rekomendasi Majelis Wakil Cabang (MWC) NU.
d. Ketua Pimpian Anak Cabang
bertanggung jawab kepada Konferensi Anak Cabang.
5. Pemilihan dan penetapan pengurus Pimpinan Ranting ditentukan dengan ketentuan
sebagai berikut:
a. Ketua dipilih oleh Rapat
Anggota atau Rapat Anggota Luar Biasa dan tidak dapat dipilih kembali untuk
masa khidmat berikutnya.
b. Ketua dibantu oleh formatur
yang dipilih oleh Rapat Anggota menyusun kepengurusan Pimpinan Ranting.
c. Pimpinan Ranting disahkan oleh Pimpinan Cabang dengan
rekomendasi Pimpinan Anak Cabang dan Pengurus Ranting Nahdlatul Ulama.
d. Ketua Pimpinan Ranting
bertanggung jawab kepada Rapat Anggota
6. Pemilihan dan penetapan pengurus Pimpinan Komisariat ditentukan dengan
ketentuan sebagai berikut:
a. Ketua dipilih oleh Rapat
Anggota atau Rapat Anggota Luar Biasa dan tidak dapat dipilih kembali untuk
masa khidmat berikutnya.
b. Ketua dibantu oleh formatur
yang dipilih oleh Rapat Anggota menyusun kepengurusan Pimpinan Komisariat.
c. Pimpinan Komisariat disahkan
oleh Pimpinan Cabang dengan rekomendasi Pimpinan Anak Cabang dan pimpinan
lembaga pendidikan yang bersangkutan.
d. Ketua Pimpinan Komisariat
bertanggung jawab kepada Rapat Anggota
BAB VII
RANGKAP JABATAN
Pasal 22
Rangkap
Jabatan
1. Rangkap jabatan organisasi adalah merangkap
dua atau lebih jabatan kepengurusan harian di lingkungan Nahdlatul Ulama, atau
kepengurusan IPNU di daerah atau tingkat yang berbeda.
2. Bagi pengurus yang merangkap jabatan
sebagaimana ayat (1), diharuskan memilih salah satu jabatan dalam kurun waktu
selambat-lambatnya 1 (satu) bulan.
Pasal 23
1. Rangkap jabatan politik adalah merangkap
jabatan pada kepengurusan harian partai politik, organisasi underbow partai
politik, dan atau jabatan politik lainnya.
2. Bagi pengurus yang merangkap jabatan sebagaimana ayat (1), diharuskan
memilih salah satu jabatan dalam kurun waktu selambat-lambatnya 2 (dua) bulan.
Pasal 24
1. Pengurus dilarang melibatkan diri dan/atau
melibatkan organisasi dalam kegiatan politik praktis.
2. Bagi pengurus yang mengikuti kegiatan politik
atau mencalonkan diri untuk menduduki jabatan politik, diwajibkan untuk
non-aktif.
3. Jika ayat (2) tidak terpenuhi, maka pengurus
tersebut dapat diberhentikan oleh pengurus yang bersangkutan atau tingkat
kepengurusan di atasnya.
4. Pengisian kekosangan jabatan akibat
pemberlakukan ayat (3) dilakukan dengan mekanisme yang berlaku.
BAB VIII
KEKOSONGAN
KEPENGURUSAN DAN KEKOSONGAN JABATAN
Pasal 25
Kekosongan Kepengurusan
1. Kekosongan kepengurusan terjadi karena
sebab-sebab berikut:
a. Demisionerisasi resmi;
b. Demisionerisasi otomatis;
c. Pembekuan kepengurusan.
d. Kekosongan kepengurusan sebagaimana ayat (1)
diatur lebih lanjut dalam Peraturan Organisasi
Pasal 26
Kekosongan
Jabatan
1. Kekosongan jabatan ketua umum (untuk PP) atau
ketua (untuk PW, PC, PAC, PR/PK) terjadi karena yang bersangkutan berhalangan
tetap atau berhalangan tidak tetap.
2. Berhalangan tetap terjadi karena yang bersangkutan
meninggal dunia, mengundurkan diri secara suka rela dan beralasan, atau
diberhentikan secara tetap karena melanggar PD-PRT dan/atau peraturan
organisasi lainnnya, atau didesak untuk mundur oleh separoh lebih satu dari
pimpinan setingkat di bawahnya karena yang bersangkutan tidak melaksanakan
tugasnya.
3. Berhalangan tidak tetap terjadi karena sakit
tidak permanen, menunaikan ibadah haji, menjalankan tugas belajar atau tugas
lainnya ke luar negeri atau luar daerah kerjanya, atau permintaan ijin cuti karena
sesuatu hal yang dikabulkan.
4. Pengisian kekosongan jabatan sebagaimana ayat
(1), (2), dan (3) diatur dalam Peraturan Organisasi.
Pasal
27
1. Kekosongan jabatan pengurus non-Ketua
Umum/Ketua terjadi karena pengurus yang bersangkutan meninggal dunia,
mengundurkan diri secara suka rela dan beralasan, atau diberhentikan secara
tetap karena melanggar PD-PRT dan/atau peraturan organisasi lainnnya.
2. Kekosongan jabatan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) tidak terjadi karena yang bersangkutan berhalangan tidak tetap.
3. Mekanisme pengisian kekosongan jabatan
pengurus sebagaimana ayat (1) diatur dalam Peraturan Organisasi.
Pasal 28
1. Di semua tingkat kepengurusan IPNU, seorang
tidak diperbolehkan menjadi pengurus lebih dari 2 (dua) masa khidmat berturut-turut
pada tingkat kepengurusan yang sama.
2. Dalam hal yang bersangkutan terpilih menjadi
ketua umum/ketua pada masa khidmat yang ketiga, maka hal tersebut
diperbolehkan.
BAB IX
PERMUSYAWARATAN
Pasal 29
Kongres
1. Forum permusyawaratan tertinggi organisasi di
tingkat nasional adalah Kongres.
2. Kongres diadakan setiap 3 tahun sekali oleh
Pimpinan Pusat dan dihadiri oleh Pimpinan Pusat, Pimpinan Wilayah, Pimpinan
Cabang, dan undangan.
3. Untuk kelancaran penyelenggaraan Kongres,
Pimpinan Pusat membentuk panitia yang bertanggungjawab kepada Pimpinan Pusat.
Kongres adalah forum
permusyawaratan tertinggi organisasi yang diselenggarakan untuk:
a. Membahas dan menetapkan perubahan Peraturan
Dasar dan Peraturan Rumah Tangga.
b. Membahas dan menetapkan Prinsip Perjuangan
Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama.
c. Membahas dan menetapkan Garis-Garis Besar
Program Perjuangan dan Pengembangan (GBP3).
d. Membahas dan menetapkan kebijakan-kebijakan
IPNU secara nasional.
e. Menilai
laporan pertanggungjawaban Pimpinan Pusat.
f. Memilih
dan menetapkan Ketua Umum Pimpinan Pusat dan Tim Formatur.
Pasal 30
Kongres
Luar Biasa
Dalam hal-hal khusus
dapat diselenggarakan Kongres Luar Biasa
1. Kongres Luar Biasa
diselenggarakan untuk menyelesaikan masalah-masalah organisasi yang mendesak
dan penting yang tidak dapat diselesaikan dalam forum/permusyawaratan lain.
2. Kongres Luar Biasa dapat
dilaksanakan atas usul separoh lebih satu jumlah Pimpinan Wilayah dan Pimpinan
Cabang yang sah.
3. Kongres Luar Biasa dianggap sah apabila dihadiri
oleh dua pertiga jumlah Pimpinan Wilayah dan Pimpinan Cabang yang sah.
Pasal 31
Rapat Kerja Nasional
1. Rapat Kerja Nasional merupakan forum
permusyawaratan untuk membahas masalah-masalah organisasi yang bersifat khusus,
serta hal-hal yang berkaitan dengan perencanaan, evaluasi, koordinasi dan
sinkronisasi program kerja.
2. Rapat Kerja Nasional diadakan oleh Pimpinan
Pusat, dan dihadiri oleh Pimpinan Pusat serta Pimpinan Wilayah.
3. Rapat Kerja Nasional diadakan minimal 1
(satu) kali dalam masa kepengurusan Pimpinan Pusat.
Pasal 32
Rapat Pimpinan Nasional
1. Rapat Pimpinan Nasional merupakan forum
permusyawaratan untuk membahas isu-isu aktual dan strategis, khususnya yang
berkaitan dengan kepentingan pelajar dan organisasi di tingkat nasional.
2. Rapat Pimpinan Nasional diadakan oleh
Pimpinan Pusat, dan dihadiri oleh Pimpinan Wilayah.
3. Rapat Pimpinan Nasional diadakan sesuai
kebutuhan pada suatu masa khidmat tertentu.
Pasal 33
Konferensi Wilayah
1. Forum permusyawaratan tertinggi organisasi di
tingkat propinsi adalah Konferensi Wilayah.
2. Konferensi Wilayah diadakan setiap 3 tahun
sekali oleh Pimpinan Wilayah dan dihadiri oleh Pimpinan Wilayah dan Pimpinan
Cabang.
3. Konferensi Wilayah
diselenggarakan untuk:
a. Membahas dan menetapkan pokok-pokok program
kerja Pimpinan Wilayah.
b. Membahas dan menetapkan kebijakan-kebijakan
organisasi di tingkat propinsi.
c. Menilai
laporan pertanggungjawaban Pimpinan Wilayah
d. Memilih
dan menetapkan Ketua Pimpinan Wilayah dan Tim Formatur
Pasal 34
Konferensi Wilayah Luar
Biasa
Dalam hal-hal khusus
dapat diselenggarakan Konferensi
Wilayah Luar Biasa.
1. Konferensi Wilayah Luar Bisa
diselenggarakan untuk menyelesaikan masalah-masalah organisasi yang mendesak
dan penting yang tidak dapat diselesaikan dalam forum/permusyawaratan lain.
2. Konferensi Wilayah Luar Biasa dapat dilaksanakan atas usul
separoh lebih satu dari jumlah Pimpinan Cabang yang sah.
3. Konferensi Wilayah Luar Biasa dianggap sah
apabila dihadiri oleh dua pertiga jumlah Pimpinan Cabang yang sah.
Pasal 35
Rapat Kerja Wilayah
1. Rapat Kerja Wilayah merupakan forum
permusyawaratan untuk membahas perencanaan, koordinasi dan evaluasi program,
menyusun jadwal/program kerja, serta penjabaran hasil Konferensi Wilayah, serta
membahas masalah-masalah khusus organisasi di tingkat propinsi.
2. Rapat Kerja Wilayah diadakan oleh Pimpinan
Wilayah dan dihadiri oleh Pimpinan Wilayah dan Pimpinan Cabang.
3. Rapat Kerja Wilayah diadakan minimal 1 (satu)
kali dalam masa kepengurusan Pimpinan Wilayah.
Pasal 36
Rapat Pimpinan Wilayah
1. Rapat Pimpinan Wilayah merupakan forum
permusyawaratan untuk membahas isu-isu aktual dan strategis, khususnya yang
berkaitan dengan kepentingan pelajar dan organisasi di tingkat propinsi.
2. Rapat Pimpinan Wilayah dapat diadakan
untuk membahas masalah-masalah
yang akan dibawa pada Kongres atau Rapat Kerja Nasional.
3. Rapat Pimpinan Wilayah diadakan oleh Pimpinan
Wilayah, dan dihadiri oleh Pimpinan Cabang.
4. Rapat Pimpinan Wilayah diadakan sesuai
kebutuhan pada suatu masa khidmat tertentu.
Pasal 37
Konferensi Cabang
1. Forum permusyawaratan tertinggi organisasi di
tingkat kabupaten/kota adalah Konferensi Cabang.
2. Konferensi Cabang diadakan setiap 2 tahun
sekali oleh Pimpinan Cabang yang dihadiri oleh Pimpinan Cabang, Pimpinan Anak
Cabang, Pimpinan Ranting dan Pimpinan Komisariat.
3. Konferensi
Cabang diselenggarakan untuk:
a. Membahas dan menetapkan pokok-pokok program
kerja Pimpinan Cabang.
b. Membahas dan menetapkan kebijakan-kebijakan
organisasi di tingkat kabupaten/kota.
c. Menilai
laporan pertanggungjawaban Pimpinan Cabang
d. Memilih
dan menetapkan Ketua Pimpinan Cabang dan Tim Formatur.
Pasal 38
Konferensi Cabang Luar
Biasa
Dalam hal-hal khusus
dapat diselenggarakan Konferensi Cabang
Luar Bisa.
1. Konferensi Cabang Luar Bisa
diselenggarakan untuk menyelesaikan masalah-masalah organisasi yang mendesak
dan penting yang tidak dapat diselesaikan dalam forum/permusyawaratan lain.
2. Konferensi Cabang Luar Biasa dapat dilaksanakan atas usul
separoh lebih satu jumlah Pimpinan Anak Cabang, Pimpinan Ranting dan Pimpinan
Komisariat yang sah.
3. Konferensi Cabang Luar Biasa dianggap sah apabila dihadiri oleh
dua pertiga jumlah Pimpinan Anak Cabang, Pimpinan Ranting dan Pimpinan
Komisariat yang sah.
Pasal 39
Rapat Kerja Cabang
1. Rapat Kerja Cabang merupakan forum permusyawaratan untuk
membahas perencanaan, koordinasi dan evaluasi program; menyusun jadwal/program
kerja, serta penjabaran hasil Konferensi Cabang; serta membahas masalah-masalah
khusus organisasi di tingkat kabupaten/kota.
2. Rapat Kerja Cabang diadakan
oleh Pimpinan Cabang dan dihadiri oleh Pimpinan Anak Cabang.
3. Rapat Kerja Cabang diadakan
minimal 1 (satu) kali dalam masa kepengurusan Pimpinan Cabang.
Pasal 40
Rapat Pimpinan Cabang
1. Rapat Pimpinan Cabang merupakan forum
permusyawaratan untuk membahas isu-isu aktual dan strategis, khususnya yang
berkaitan dengan kepentingan pelajar dan organisasi di tingkat kabupaten.
2. Rapat Pimpinan Cabang dapat diadakan untuk membahas masalah-masalah yang akan dibawa pada
Kongres, Konferensi Wilayah, atau Rapat Kerja Wilayah.
3. Rapat Pimpinan Cabang diadakan oleh Pimpinan
Cabang, dan dihadiri oleh Pimpinan Anak Cabang.
4. Rapat Pimpinan Cabang diadakan sesuai
kebutuhan pada suatu masa khidmat tertentu.
Pasal 41
Konferensi
Anak Cabang
1. Forum permusyawaratan tertinggi organisasi di
tingkat kecamatan adalah Konferensi Anak Cabang.
2. Konferensi Anak Cabang diadakan setiap 2
(dua) tahun sekali oleh Pimpinan Anak Cabang yang dihadiri oleh Pimpinan
Ranting dan Pimpinan Komisariat.
3. Konferensi Anak Cabang diselenggarakan untuk:
a. Membahas dan menetapkan
pokok-pokok program kerja Pimpinan Anak Cabang.
b. Membahas dan menetapkan kebijakan-kebijakan
organisasi di tingkat kecamatan.
c. Menilai laporan pertanggungjawaban Pimpinan
Anak Cabang
d. Memilih dan menetapkan Ketua Pimpinan Anak
Cabang dan Tim Formatur
Pasal 42
Konferensi
Anak Cabang Luar Biasa
Dalam hal-hal khusus
dapat diselenggarakan Konferensi Anak
Cabang Luar Bisa.
1. Konferensi Anak Cabang Luar Biasa diselenggarakan untuk menyelesaikan
masalah-masalah organisasi yang mendesak dan penting yang tidak dapat diselesaikan dalam
forum/permusyawaratan lain.
2. Konferensi Anak Cabang Luar
Biasa dapat dilaksanakan atas usul separoh lebih satu jumlah Pimpinan Ranting
dan Pimpinan Komisariat yang sah.
3. Konferensi Anak Cabang Luar Biasa dianggap
sah apabila dihadiri oleh dua pertiga jumlah Pimpinan Ranting dan Pimpinan
Komisariat yang sah.
Pasal 43
Rapat Kerja Anak Cabang
1. Rapat Kerja Anak Cabang merupakan forum permusyawaratan untuk
membahas perencanaan, koordinasi dan evaluasi program; menyusun jadwal/program
kerja, serta penjabaran hasil Konferensi Anak Cabang; serta membahas
masalah-masalah khusus organisasi.
2. Rapat Kerja Anak Cabang dapat
diadakan guna membahas masalah-masalah yang akan dibawa pada Konferensi Cabang
dan Rapat Kerja Cabang.
3. Rapat Kerja Anak Cabang
diadakan oleh Pimpinan Anak Cabang dan
dihadiri oleh Pimpinan Ranting dan Pimpinan Komisariat.
4. Rapat Kerja Anak Cabang
diadakan minimal 1 (satu) kali dalam masa kepengurusan Pimpinan Anak Cabang.
Pasal 44
Rapat Pimpinan Anak Cabang
1. Rapat Pimpinan Anak Cabang merupakan forum
permusyawaratan untuk membahas isu-isu aktual dan strategis, khususnya yang
berkaitan dengan kepentingan pelajar dan organisasi di tingkat kecamatan.
2. Rapat Pimpinan Anak Cabang dapat diadakan
untuk membahas masalah-masalah
yang akan dibawa pada Konferensi Cabang dan Rapat Kerja Cabang.
3. Rapat Pimpinan Anak Cabang diadakan oleh
Pimpinan Anak Cabang, dan dihadiri oleh Pimpinan Ranting dan Pimpinan
Komisariat.
4. Rapat Pimpinan Anak Cabang diadakan sesuai
kebutuhan pada suatu masa khidmat tertentu.
Pasal 45
Rapat Anggota
1. Forum permusyawaratan tertinggi organisasi di
tingkat desa/kelurahan atau lembaga pendidikan adalah Rapat Anggota.
2. Rapat Anggota diadakan setiap 2 tahun sekali
oleh Pimpinan Ranting/dan 1 tahun sekali oleh Pimpinan Komisariat yang dihadiri
oleh anggota.
3. Rapat Anggota diselenggarakan
untuk:
a. Membahas dan menetapkan pokok-pokok program
kerja Pimpinan Ranting/Pimpinan Komisariat.
b. Membahas dan menetapkan kebijakan-kebijakan
organisasi di tingkat desa/kelurahan atau lembaga pendidikan.
c. Menilai
laporan pertanggungjawaban Pimpinan Ranting/Pimpinan Komisariat.
d. Memilih
dan menetapkan Ketua Pimpinan Ranting/Pimpinan Komisariat dan Tim Formatur
Pasal 46
Rapat
Anggota Luar Biasa
Dalam hal-hal khusus dapat diselenggarakan
Rapat Anggota Luar Bisa.
1. Rapat Anggota Luar Biasa
diselenggarakan untuk menyelesaikan masalah-masalah organisasi yang mendesak
dan penting yang tidak dapat diselesaikan dalam forum/permusyawaratan lain.
2. Rapat Anggota Luar Biasa dapat dilaksanakan
atas usul separoh lebih satu jumlah anggota.
3. Rapat Anggota Luar Biasa dianggap sah apabila
dihadiri oleh dua pertiga jumlah anggota.
Pasal 47
Rapat Kerja Anggota
1. Rapat Kerja Anggota merupakan forum permusyawaratan untuk
membahas perencanaan, koordinasi dan evaluasi program; menyusun jadwal/program
kerja, dan penjabaran hasil Rapat Anggota; serta membahas masalah-masalah khusus
organisasi di tingkat desa/kelurahan atau lembaga pendidikan.
2. Rapat Kerja Anggota juga dapat
diadakan guna membahas masalah-masalah yang akan dibawa pada Konferensi Cabang,
Konferensi Anak Cabang atau Rapat Kerja Anak Cabang.
3. Rapat Kerja Anggota diadakan
oleh Pimpinan Ranting/Pimpinan Komisariat dan dihadiri oleh anggota.
4. Rapat Kerja Anggota diadakan
minimal 1 (satu) kali dalam masa kepengurusan Pimpinan Ranting/Pimpinan
Komisariat.
Pasal 48
Legitimasi Permusyawaratan
1. Segala jenis permusyawaratan
dinyatakan sah apabila dihadiri oleh separoh lebih satu dari jumlah Pimpinan
Wilayah, Pimpinan Cabang, Pimpinan Cabang Istimewa, Pimpinan Anak Cabang,
Pimpinan Ranting/Pimpinan Komisariat atau anggota yang sah sesuai dengan
tingkat permusyawaratan.
2. Segala keputusan yang diambil
dalam setiap permusyawaratan diupayakan dengan cara musyawarah dan mufakat.
3. Jika ketentuan pada ayat (2)
tidak dapat terpenuhi, maka keputusan diambil dengan suara terbanyak.
BAB X
RAPAT-RAPAT
Pasal 49
1. Rapat-rapat IPNU terdiri dari:
a. Rapat Harian;
b. Rapat Pleno;
c. Rapat Pleno Paripurna;
d. Rapat Pleno Gabungan;
e. Rapat Pimpinan;
f. Rapat Koordinasi Bidang;
g. Rapat Panitia.
2. Ketentuan selanjutnya mengenai
rapat-rapat diatur dalam Peraturan Organisasi.
Pasal 50
Pengambilan keputusan
1. Pengambilan keputusan dalam
seluruh rapat dinyatakan sah apabila dihadiri sekurang-kurangnya 2/3 dari
jumlah peserta pada tingkat kepengurusan yang bersangkutan.
2. Apabila tidak memenuhi
ketentuan ayat (1) di atas, maka rapat dapat ditunda sampai batas yang tidak
ditentukan.
BAB XI
KEUANGAN
Pasal 51
Iuran
1. Besaran iuran anggota
ditetapkan dalam Peraturan Pimpinan Pusat.
2. Hasil pendapatan iuran anggota
dibagi untuk kepentingan:
a. Pimpinan Pusat : 05 %
b. Pimpina Wilayah : 10 %
c. Pimpinan Cabang : 25 %
d. Pimpinan Anak Cabang : 30 %
e. Pimpinan Ranting/Komisariat : 30%
Pasal 52
Pengelolaan keuangan
Pengelolaan keuangan IPNU dilakukan secara jujur, transparan dan
akuntabel.
BAB
XII
PENUTUP
Pasal 53
Ketentuan Penutup
1. Segala sesuatu yang belum
diatur dalam Peraturan Rumah Tangga ini, akan diatur dalam Peraturan Organisasi
dan Peraturan Pimpinan Pusat.
2. Peraturan Rumah Tangga ini berlaku sejak tanggal ditetapkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar